Setjen DPR Luncurkan Aturan Pengendalian Gratifikasi
Sekjen DPR RI Indra Iskandar didampingi Irtama DPR RI dan pejabat Setjen dan BK DPR RI memperlihatkan peraturan Sekjen DPR RI tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan Setjen dan BK DPR RI. Foto: Runi/jk
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar baru saja menandatangani peraturan Sekretariat Jenderal DPR RI tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Mengingat hal tersebut adalah mandat dari Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Ke depannya, segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian dan lain sebagainya harus dilaporkan dan diatur mekanismenya.
“Sehingga ke depannya segala sesuatu tentunya akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara dan anggaran di unit itu lebih bisa dipertanggungjawabkan, dan tujuannya memang harus lebih transparan,” ungkapnya usai memimpin rapat koordinasi Reformasi Birokrasi dengan acara sosialisasi Internal Audit Charter (IAC) dan Kode Etik Auditor, di ruang rapat Setjen, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/9/2018). Acara ini juga dihadiri sejumlah pejabat di lingkungan Setjen dan BK DPR RI.
Lebih lanjut Indra menegaskan bahwa dikeluarkannya aturan tersebut tidak atas imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melainkan komitmen Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Kesetjenan dan BK DPR RI dalam mewujudkan birokrasi yang bersih dan terkendali. Dan hal ini juga akan disosialisasikan kepada seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan Setjen dan BK DPR RI.
Sementara itu, Inspektur Utama (Irtama) DPR RI Setyanta Nugraha menjelaskan bahwa penyusunan peraturan Setjen mengenai pengendalian gratifikasi sebenarnya sudah digagas dan dirancang dalam waktu yang lama. Dan penyusunan melibatkan berbagai pihak di unit-unit kerja, utamanya unit Biro Hukum, Biro Kepegawaian, dan biro-biro lainnya.
Totok, biasa ia disapa pun memaparkan bahwa Inspektorat Utama juga telah melakukan bimbingan teknis terkait pendidikan dan pelatihan bersama-sama dengan KPK. Untuk mendapatkan pemahaman terkait gratifikasi, mengingat hal ini penting bagi institusi DPR RI. Hal ini juga untuk menuju good governance dan clean government di lingkungan Setjen dan BK DPR RI.
“Dan itu sebagai bentuk dari komitmen dan kesungguhan dari manajemen dalam hal ini Pimpinan DPR RI dan Kesetjenan juga BK DPR RI, untuk membangun sistem yang profesional, bersih dan akuntabel, terutama dalam pengelolaaan keuangan negara maupun di dalam meningkatkan kinerja di unit-unit kerja,” papar Totok.
Menurut Totok, pengertian daripada gratifikasi ini sangat luas. Secara harfiah gratifikasi artinya adalah pemberian. Pemberian yang terkait dengan suatu kejadian yang berkorelasi dengan pekerjaan. Dan ini merupakan pekerjaan rumah (PR) yang besar bagi Ittama, Setjen, dan BK DPR RI dalam mensosialisasikan hal ini secara masif kepada seluruh pegawai di lingkungan Setjen dan BK DPR RI.
“Karena pemberian itu sesungguhnya sesuatu hal yang lumrah dan itu merupakan suatu budaya timur, dimana kita biasa untuk memberikan sesuatu ketika kita menerima pelayanan yang membuat kita menjadi puas dan senang, sehingga kita kadang-kadang ada tips dan sekadarnya,” katanya sembari menjelaskan bahwa hal itu kini tidak sudah sejalan dengan fakta yang ada.
Ia menjelaskan, keadaan yang ada saat ini gratifikasi sudah tidak bisa lagi didefinisikan sebagai suatu sifat relationship. Tapi gratifikasi merupakan cara untuk memengaruhi tindakan atau kebijakan yang bisa menguntungkan sang pemberi gratifikasi tersebut. Oleh karenanya, Totok merasa perlu adanya aturan untuk mengendalikan gratifikasi tersebut.
“Antara lain nanti di situ akan dicantumkan bahwa setiap pemberian yang ada hubungannya dengan pekerjaan, maka pemberian tersebut harus dilaporkan. Pemberian itu baik berupa barang, uang, atau berupa fasilitas termasuk misalnya tiket pesawat, voucher, tiket berlibur, bahkan sampai fasilitas pengobatan dan rekreasi pun itu bisa dikategorikan sebagai gratifikasi dan itu harus dilaporkan,” ucapnya.
Pelaporan bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu jika ingin melakukan pelaporan secara internal, maka bisa dikoordinasikan dengan Ittama DPR RI tujuh hari setelah menerima pemberian/ gratifikasi tersebut, untuk selanjutnya Ittama DPR RI melaporkannya ke KPK RI.
Cara yang kedua, jika ingin dilaporkan secara eksternal, maka sebelum 30 hari dari saat pemberian/ gratifikasi tersebut harus segera dilaporkan ke KPK RI, untuk nantinya KPK yang menganalisa apakah laporan itu akan mengeluarkan surat keterangan (SK) bahwa itu adalah menjadi barang si penerima atau menjadi barang milik negara. Jika, menjadi barang milik negara maka pemberian itu berkategori suap atau korupsi. (ndy/sf)